Peringatan Kemerdekaan RI ke-80 kembali dirayakan dengan meriah oleh rakyat Indonesia. Dari upacara bendera di pelosok negeri, tasyakuran sederhana di desa, hingga berbagai perlombaan untuk anak-anak, ibu-ibu, hingga bapak-bapak, semuanya penuh semangat. Namun, di balik euforia itu, kita perlu jujur melihat kenyataan lain: kerusakan dan pencemaran lingkungan masih terus terjadi di sekitar kita.
Pembuangan sampah sembarangan di sungai dan pinggir jalan, penggundulan serta kebakaran hutan, hingga pemanasan global yang terjadi akibat meningkatnya konsentrasi gas rumah kaca (GRK) di atmosfer yang menjebak panas bumi terus memperparah krisis iklim. Setiap hari, suhu bumi meningkat, perubahan iklim semakin ekstrem, dan kehidupan makhluk hidup di dunia kian terancam jika tidak segera diatasi baik melalui upaya di tingkat lokal, nasional, maupun global.
Sebagai bangsa yang telah merdeka selama 80 tahun, seharusnya kita bisa memaknai kemerdekaan dengan lebih kritis dan bijak, bukan sekadar larut dalam perayaan. Kemerdekaan sejati adalah saat kita mampu menjaga bukan hanya peningkatan SDM, ekonomi, dan kesejahteraan masyarakat, tetapi juga kesehatan ekologi yang selama ini terpinggirkan dan terus dirusak oleh manusia yang tidak bertanggung jawab. Sungai dan laut seharusnya bersih, hutan dan gunung seharusnya hijau dan penuh oksigen, serta keanekaragaman hayati seharusnya tetap terlindungi.
Data kerusakan lingkungan di Indonesia diantaranya : Indonesia kehilangan 261.575 hektar hutan sepanjang 2024 meningkat dari 257.384 ha di tahun sebelumnya, dan melampaui luas Kota Jakarta lebih dari empat kali lipat. Sebagian besar deforestasi (97 %) terjadi di dalam konsesi legal, terutama di Kalimantan dan Sumatra (hampir 50 % dari total). (Sumber Mongabay)
Pemerintah tengah melaksanakan proyek “food estate” seluas lebih dari 4,3 juta ha di Papua dan Kalimantan, termasuk Merauke Integrated Food and Energy Estate. Proyek ini diperkirakan dapat menghasilkan emisi hingga 315 juta ton CO₂ akibat pembukaan lahan, dan diperingatkan akan merusak keanekaragaman hayati dan komunitas adat setempat (Sumber AP News)
Ada pencapaian positif di sektor energy, penurunan emisi GRK mencapai sekitar 147,7 juta ton CO₂ sepanjang 2024, melampaui target 142 juta ton (Sumber Kompas.com). Namun, secara nasional, emisi GRK tetap meningkat dari 864,8 juta ton CO₂e tahun 2013 menjadi 1.200,2 juta ton CO₂e pada tahun 2023 (Sumber Goodstats data).
Tahun 2024 menjadi tahun terpanas di Indonesia sejak 1981, dengan anomali suhu mencapai 0,8 °C atas rata-rata 1991–2020, atau sekitar 1,68 °C di atas era pra-industri. Ini menembus ambang batas dalam UU No. 16 Tahun 2016 tentang Persetujuan Paris
Semua gambaran ideal tentang ekologi sungai yang bersih, hutan yang rimbun, dan udara yang sehat tidak akan pernah terwujud jika kita masih bersikap acuh, egois, dan arogan terhadap alam. Perubahan hanya bisa terjadi jika dimulai dari kesadaran individu, diperkuat dengan kebijakan pemerintah yang berpihak pada kelestarian lingkungan.
Bersama-sama, kita masih punya kesempatan memperbaiki kerusakan ekologi demi kehidupan hari ini dan masa depan anak cucu kita. Mari kita bertanya pada hati nurani: sudahkah kita benar-benar berbuat baik kepada alam, atau justru masih menjadi pelaku kekerasan terhadapnya?(Noor Chasanah-BRKS)
