Mbah Gemo adalah sosok yang kokoh pendirian, seseorang yang memiliki pandangan luas tentang pelestarian lingkungan, serta sosok yang cerdik dalam mengelola kebun dan melestarikan alam. Di sebuah rumah sederhana yang terletak di dusun Anjasmoro desa Jarak beliau tinggal dengan keluarga yang terdidik dalam perspektif etik environmental dalam bahasa internasional.
Mbah Gemo nampak unik dan spesial dilihat dari cara dia berkebun dengan lahan sekitar 100 ha ditanami dengan pepohonan keras yang menghasilkan kayu. Jika lahannya dilihat dari lanscape atas nampak menghijau dengan pepohonan yang besar dan lebat serta aneka tanaman yang variatif telah ditanam dan dirawat dengan baik. Tanaman asli/lokal yang bervariasi tersebut ditanam sesuai dengan kebutuhan ekologinya.
Mbah Gemo menebang, memanen dan memanfaatkan tanaman kayu kayu besar dari lahannya untuk memenuhi kebutuhan ekonominya. Mbah Gemo tidak bisa digambarkan seperti aktivis lingkungan yang ketika akan menebang pohon harus diskusi dulu 2 hari 2 malam (ada bagian penting pembicaraan “berapa jumlah oksigen yang dihasilkan dan kita akan kehilangan itu”). Ketika tiba waktunya ditebang maka ditebanglah sekitar 5 sampai 10 pohon yang sangat besar dan bernilai ekonomi tinggi, bagi Mbah Gemo hidupnya manusia juga bagian dari kepentingan untuk disambung. Mbah Gemo tidak sampai pada pergaulan ideologis dan percakapan global tentang Global Warming atau Carbon Trade, baginya memanen berarti menanam kembali sesimple itu.
Tetapi bagi Mbah Gemo yang dia sadari adalah langkah langkah konsisten bahwa yang dilakukan adalah sesuatu yang diugemi (*diyakini) itu sesuatu yang luar biasa dan ukuran pelestarian yang dilakukan memang beda ukuran dengan sesuatu yang dianggap intelektual bagi aktivis lingkungan.
Pesan yang Mbah Gemo sampaikan adalah “Dados tiang sepah niku kedah maringi conto ten yugo,rajin nek nanem, mergi sinten seng purun nanem bakal panen,tiang sepah seng nanem benjang niku anak cucu nggeh tumut ngraosaken hasil panen,nopo maleh jaman sakniki lare katah seng males di jak nanem di jak tani, purune kantun manen” (*Menjadi orang tua itu harus memberi contoh kepada anak supaya rajin menanam sebab siapa yang mau menanam nanti akan memanen, orang tua yang mau menanam itu nantinya bakal dinikmati oleh anak cucu, apalagi pada zaman sekarang ini banyak anak anak yang malas diajak menanam dan diajak bertani maunya hanya memanen”). (M.Hasim/BRKS)