Persepsi dan Tingkat Dukungan Warga Kepada Undang Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS)
Pengesahan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UUTPKS) pada bulan Mei tahun 2022 lalu merupakan kemenangan akal sehat, hak asasi manusia dan Kesetaraan Warga di Indonesia 20 tahun lebih paska reformasi 1998, dan perlu disambut baik oleh banyak pihak. Capaian ini adalah babak baru dari perjalanan konstruksi gender dan serba-serbi kebijakannya di Indonesia menuju arah yang lebih progresif. Sejumlah hal harus ditata untuk menopang akuntabilitas implementasi UU TPKS.
Pada tahun 2020 lalu, INFID dan IJRS telah melakukan studi untuk melihat sejauh mana persepsi masyarakat terhadap pentingnya pengaturan terhadap tindak pidana kekerasan seksual. Di Bulan Juni tahun 2022 ini, kami Kembali melaksanakan penelitian terkait UUTPKS untuk menelaah perkembangan yang ada di masyarakat. Meskipun hanya selisih dua tahun dengan penelitian INFID dan IJRS sebelumnya, namun banyak hal telah terjadi: dari mulai evolusi keragaman pola dan motif kasus kekerasan seksual, hingga disahkannya UU TPKS oleh presiden Joko Widodo pada bulan Mei silam. Mengakomodasi perkembangan-perkembangan tersebut, penelitian ini memiliki dua pertanyaan kunci, yakni: apakah kebijakan yang dirumuskan dalam UU TPKS telah dirasa cukup memberikan perlindungan terhadap perempuan; dan apakah substansi UU TPKS dapat membantu pemulihan hak korban kekerasan seksual, terutama korban dari kekerasan seksual yang sebelumnya tidak diatur dalam hukum manapun. Hasil penelitian yang ada di tangan pembaca saat ini adalah upaya pembaruan potret situasi dan kebutuhan ihwal penanganan kasus kekerasan seksual setelah ragam peristiwa kekerasan seksual dan capaian kebijakan yang telah terjadi dalam dua tahun terakhir. Tujuannya tidak lain adalah untuk menyajikan satu gambaran saintifik yang dapat diolah menjadi proses perancangan langkah strategis lanjutan bagi pihak manapun yang hendak membantu implementasi UU TPKS baik di daerah ataupun di pusat. Urgensi dan manfaat penelitian adalah untuk mendukung percepatan perumusan dan pengesahan peraturan presiden dan peraturan pemerintah agar UU TPKS segera menjadi operasional dan dilaksanakan dan memberi manfaat nyata kepada korban dan warga negara.
Penelitian ini dilaksanakan menggunakan pendekatan kuantitatif dengan teknik pengumpulan data melalui wawancara yang dipandu dengan kuesioner. Survei dilakukan pada bulan Maret – Mei 2022, dan dilakukan pada 1.200 responden di 20 kota dan kabupaten di 18 Provinsi di Indonesia yang dipilih berdasarkan sebaran geografis, jumlah penduduk, dan jumlah kasus kekerasan seksual.
Temuan temuan utama dari penelitian ini adalah, pertama; masih banyak masyarakat tidak mengetahui tentang layanan bantuan korban seperti UPTD PPA dan bagaimana mengaksesnya. Kedua, ada beberapa resistensi masyarakat terhadap jenis kekerasan seksual tertentu seperti pemaksaan perkawinan, pemaksaan kontrasepsi, dan kekerasan seksual non-fisik. Tetapi, kabar baiknya adalah, masyarakat sangat setuju dengan adanya mekanisme Dana Bantuan Korban (DBK) yang diurun dari berbagai sumber seperti Penerimaaan Negara Bukan Pajak (PNPB), Corporate Social Responsibility (CSR), filantropi, dan urunan kolektif masyarakat. Dokumen yang anda baca ini merupakan laporan akhir yang sudah melalui tahapan peer review internal dan eksternal. Harapannya, dokumen ini dapat memberikan anda gambaran terkait kondisi penegakan hukum terkait kekerasan seksual di Indonesia, baik kekurangan maupun kelebihannya. Tindak lanjut UU TPKS perlu inisiasi oleh banyak pihak di berbagai level wilayah dan kewenangan agar aneka kekurangan bisa segera dilengkapi, dan aneka praktik baik yang telah berjalan bisa dimaksimalkan dan dibagikan di mana-mana.
Jakarta, September 2022 Sugeng Bahagijo Direktur Eksekutif INFID
https://www.infid.org/publication/read/laporan-penelitian-kuantitatif-studi-barometer-sosial-kesetaraan-gender#